Ullih Hersandi: Jumat Penuh Berkah

Jumat Penuh Berkah


Tepat setelah ujian, cuaca di kota tepian laut hitam kembali di kelilingi kabut dan awan gelap pengantar hujan. Dua hari yang lalu masih cerah berawan, namun tepat hari Jumat pagi ini suasana dan cuaca berubah menjadi gelap berawan pertanda akan turun hujan. Sudah tak asing bagi kami penghuni kota ini. Pergantian cuaca secara ekstrim seperti ini memang sering terjadi, terlebih kota Samsun ini memang terkenal akan hujannya. Ketika seseorang telah menentukan hidupnya akan tinggal di kota Samsun, saat itu juga dia harus menyisihkan sebagian uangnya untuk membeli payung. Yaah benar, payung adalah sahabat terbaik bagi penduduk ataupun masyarakat yang menetap di kota kecil nan ramah ini. 

Gelap, hujan, dan sepi, begitulah kondisi pagi ini di luar jalanan. Tak banyak yang beraktifitas, jalanan terlihat lenggang sepi. Hanya terlihat seekor kucing yang menghangatkan dirinya di pojok kedai rumah makan. Aku hanya bertahan di balik jendela dengan selimut yang tebal. Sebuah buku adalah teman pagiku, untuk sekedar bertahan di dalam kamar dari cuaca dingin yang sedang berkeliaran. Sesekali kulihat jalanan dari balik jendela kamar, lalu kulemparkan pandangan ke atas langit menatap awan yang berjalan beriringan menurunkan hujan. Daun kering ala musim gugur juga mulai berjatuhan di terpa angin dan hujan. Ketika kulihat aplikasi cuaca di handphone yang menunjukan angka 10 derajat, hatiku kini semakin yakin bahwa bertahan di dalam kamar adalah sebuah pilihan yang tepat.

Beginilah rasanya bahagia, ketika di luar sedang hujan, dan hari ini tak ada jadwal kuliah. Biarpun penghangat ruangan belum mulai dinyalakan, namun aku cukup nyaman berbalutkan selimut tebal sembari menikmati tiap halaman buku yang sedang kubaca. Bagiku inilah pagi yang sempurna, sudah dua minggu lebih tak kulihat hujan, akhirnya dia datang ketika kurindukan. Waktu terasa bergulir cepat, bahkan terasa lebih cepat dari tiap rintik hujan di luar. Tak lama kemudian setelah kubaca lembaran demi lembaran halaman, terdengar dari luar suara adzan yang dikumandangkan. Tak mau kehabisan tempat, aku bergegas bersiap untuk pergi sholat Jumat di masjid yang lokasinya hanya 1 menit dari apartement tempat aku tinggal.

Akupun berlari menerjang hujan, dan tercengang kala melihat masjid telah penuh oleh jamaah. Terpaksa, aku mulai menyisipkan diri di antara puluhan jamaah yang duduk dengan rapi di beranda masjid. Kami yang berada di shaf luar masjid, beratapkan sebuah tandu pelindung hujan. Biarpun kami terlindung dari tetesan hujan, tapi kami tak bisa terhidar dari terpaan angin. Kami hanya bisa bertahan dengan tetap khusyuk mendengarkan khutbah. Awalnya memang tak begitu terasa dingin, namun semakin lama semakin tubuh ini menggigil. Ternyata jaket yang kukenalkan ini tak cukup mampu menahan angin. Sholat jumatpun didirikan, shaf sholat dirapatkan, iqamat dikumandangkan, dan kemudian terdengar suara takbir dari sang imam. Sholat jumatpun di mulai dengan damai di temani suara air hujan yang menerjang atap penahan di atas kami.

Selesai sholat Jumat, dilanjutkan dengan berdoa. Akupun mencoba menyempurnakan sholatku dengan doa-doa yang telah kusiapkan. Ketika kusedang berdoa, tanpa tersadar tiba-tiba seseorang datang menghampiriku. Dia memakaikan jaketnya padaku, sontak akupun kaget, dan dia hanya menepuk bahuku. Sepintas kupikir dia akan menungguku selesai berdoa. Namun setelah kuselesaikan doaku, dan berbalik badan serta melihat sekitar, tak kutemukan seseorang yang tadi memakaikan jaketnya padaku. Aku mulai berlari mencarinya, namun pencarianku berakhir sia-sia. Dia telah pergi, dan jejaknyapun terhapus oleh hujan. Entah hal sesederhana ini mampu membuatku penuh haru. Mungkin dia mengamatiku dari awal yang menggigil kedinginan. Dia mengikhlaskan jaketnya, bahkan dia sendiri akhirnya hanya mengenakan kemeja. Semua perasaan mulai bercampur aduk menjadi satu di bawah hujan yang mengiringi langkah kakiku. Akupun kembali pulang, dan masuk kamar dengan membawa jaket darinya. 

Aku terduduk diam merenungi setiap detil kejadian yang baru saja kualami. Antara rasa syukur, haru, bahagia, bangga, dan sedih melebur menjadi satu. Rasa syukur, karena Allah Maha Penguasa hati menggerakkan hati seseorang untuk memberikan pertolongan-Nya. Sungguh Dia Maha Melihat hamba-Nya yang sedang menggigil kedinginan, dan sungguh Dia Maha Pemberi pertolongan. Rasa haru, karena ternyata di dunia ini masih banyak dari mereka yang peduli terhadap sesama. Rasa bahagia, karena baru berencana menabung untuk membeli jaket musim dingin, ternyata lewat seseorang Allah SWT memberinya dengan cuma-cuma. Rasa bangga, karena disaat yang sangat dingin ternyata masih ada seseorang yang rela melepaskan jaketnya untuk orang lain, walaupun dirinyalah pada akhirnya yang harus merasakan rasa dingin. Rasa sedih, karena belum sempat mengucapkan terima kasih, seseorang yang memberikan jaket tersebut telah pergi.

Semoga Allah menjaga hati seseorang tersebut agar tetap dermawan dan dilipatgandakan kebaikan yang baru saja ia lakukan. Biarlah Allah yang menyampaikan rasa terima kasihku ini untuk dia, dan aku juga berharap agar suatu saat bisa bertemu dengannya langsung untuk menyampaikan terima kasih. Ternyata benar, Allah SWT takkan pernah membiarkan hamba-Nya berada dalam kesulitan. Sekalipun Allah menempatkan seseorang dalam sebuah ujian, tentu Allah Maha Mengetahui seberapa sanggupkah orang tersebut untuk menjalaninya, dan memberikan ujiannya sesuai takaran. Bahkan tak hanya pahala yang dilipatgandakan bagi mereka yang bertahan dan bersabar dalam setiap kesulitan ataupun ujian, tapi juga Allah Yang Maha Memiliki setiap nafas kehidupan bisa memberikan pertolongan yang kita butuhkan. Dalam setiap bingkai kehidupan, selalu ada makna yang tersimpan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright © Ullih Hersandi Urang-kurai