Ullih Hersandi: Sahabat Bukan Tentang Jarak ataupun Selisih Waktu

Sahabat Bukan Tentang Jarak ataupun Selisih Waktu


Entah apa yang membuatku begitu merasa tak enak badan. Serasa akan terserang demam. Mulai dari hidung ingusan, sampai kepala yang rasa sakitnya tak beraturan. Aku tersadar, mungkin inilah efek dari jalan kaki di pagi hari dari rumah temanku dan kebetulan pagi tadi hujan. Aku hanya bisa bersandar di sofa kamar bersembunyi di dalam selimut tebal. Sepertinya aku kali ini tak bisa memaksakan diri untuk pergi ke kampus. Aku hanya istirahat di kamar, sembari menunggu waktu Dzuhur. Di musim transisi ini cuaca terbilang cukup ekstrim. Dari yang semula cerah, bisa saja tiba-tiba hujan disertai angin yang kencang. Selain itu, durasi siang hari perlahan mulai bertambah panjang. Dua minggu yang lalu waktu Dzuhur masih 11.25 AM, dan sekarang tepat pukul 11.56 AM adzan Dzuhur baru dikumandangkan. Selesai sholat, aku putuskan untuk segera tidur, karena mungkin ini satu-satunya cara untuk menyembuhkan sakit kepalaku yang sudah tak karuan.

Menit berganti, tanpa sadar sudah pukul 02.45 PM. Aku terbangun dengan suasana rumah yang masih terlihat lenggang sepi. Beberapa teman rumahku juga belum pulang dari kampus. Aku masih terbaring di atas sofa. Belum genap satu menit aku terbangun dari tidur. Handphoneku di atas meja bergetar mengeluarkan nada pertanda ada pesan whatsapps masuk. Sigap saja kuraih handphoneku di atas meja dan kubuka pesannya. Ternyata sebuah pesan dari seorang sahabatku. Seorang sahabat lamaku yang tak sempat kutemui ketika kemarin aku pulang ke Indonesia. Mataku langsung terbuka, sisa kantuk yang masih bersisa langsung sirna entah kemana. Cepat saja kubalas pesannya dengan penuh semangat sembari menanyakan kabarnya. Maklum, sudah lama kami tak berkirim pesan atau sekedar bertegur sapa di jejaring sosial. Biarpun kami sahabat dekat, bukan berarti selamanya harus terkoneksi begitu erat. Dia punya kesibukan, begitu pula denganku yang punya kegiatan. Aku sangat menghargainya, dia pun melakukan hal yang sama. Kita memang akhir-akhir ini tak ada percakapan, namun bukan berarti persahabatan kita terhenti.

Tak lama setelah kujawab pesan darinya, dia pun membalas dengan menanyakan kabar. Pertanyaan kedua setelah kabar, dia menanyakan kapan aku pulang. Percakapanpun mengalir begitu saja. Hingga akhirnya, dia memberikan sebuah kabar bahagia. Bahwa kemarin dia telah diterima kerja, dan sekarang dia sedang disibukkan dengan aktifitas pengumpulan berkas-berkas yang dibutuhkannya. Cepat saja karena ikut merasakan bahagia yang sama, aku balas pesannya dengan mengucapkan selamat, dan mendoakan semoga kerjaannya berkah. Bahagia rasanya menjadi orang yang dihargai, apalagi ternyata sejauh aku melangkah, dia masih ingat ada seorang sahabatnya yang terdampar di negeri seberang. Dia masih ingat untuk menyampaikan kabar bahagia kepada sahabatnya. Dan aku pun ikut bahagia telah menjadi sahabatnya. Dia menjawab, bahwa dia tak mungkin lupa sama sahabat baiknya. Dia mulai bercerita tentang perjalanan hidupnya selama 6 bulan terakhir ini kira-kira. Setelah Dia lulus dari sebuah universitas ternama di tanah air, dia pun melanjutkan ke jenjang selanjutnya. Alhamdulillah ternyata Allah punya cerita indah buatnya, panggilan kerjapun datang setelah dia melanjutkan pendidikannya. Dengan segala pertimbangan matang, akhirnya untuk sementara waktu dia berhenti kuliah, untuk mengurus kerjaanya terlebih dahulu.


Aku telah lama mengenalnya sejak kelas 3 SMP. Meskipun dulu kala SMP tak pernah sekelas, tapi kami sempat berkenalan ketika bulan-bulan terakhir sebelum lulusan. Aku tak pernah menyesal, mengenalnya ketika bulan-bulan terakhir sebelum perpisahan. Karena sungguh Maha Besar Allah dengan segala ketetapan-Nya, Dia kembali mempertemukan kami berdua. Alhamdulillah Allah menghendaki kami satu kelas setelah masuk SMA. Setahun belajar di kelas yang sama dengannya kala SMA, cukup membuat kami dekat sebagai sahabat. Aku paham biarpun dia seorang perempuan, tapi pribadi mandirinya begitu kuat mengakar. Inilah keputusannya untuk lebih dulu mendahulukan pekerjaan, dengan harapan kelak bisa membiayai kuliahnya sendiri setelah cukup bekerja. Aku percaya, sejauh ini keputusannya bisa dia bertanggungjawabkan dengan baik. Insya Allah kedepannya, pekerjaan yang didapatnya sekarang akan memberikan nilai positif dan membawa keberkahan untuk dia dan keluarganya.

Aku mengingatkannya untuk tetap memberikan kabar, atau sekedar bercerita. Tak hanya di saat dia sedang bahagia seperti sekarang, juga disaat dia sedang terpuruk karena terhimpit permasalahan. Aku sadar, jarak terkadang adalah kendala hebat dalam sebuah persahabatan, namun bukan berarti yang jauh tak memiliki solusi untuk setiap permasalahan. Aku sempat bercanda, jika ternyata musim panas tahun ini aku diizinkan untuk pulang, aku memintanya mentraktirku makan sekedar untuk selamatan atas kerjaan baru yang diterimanya sekarang. Pertanyaan candaanku juga dijawab dengan candaan, dia akan mentraktirku dengan sebuah permen lengkap dengan air minum mineralnya. Seperti biasanya, kami saling memberikan semangat dan motivasi hebat yang saling menguatkan satu sama lain. Aku mendukung langkahnya serta mendoakannya semoga pekerjaannya berkah. Aku juga memberikannya beberapa pesan agar tetap tekun bekerja, mungkin saja ia akan berjodoh dengan pekerjaan yang didapatnya sekarang. Dia pun melakukan hal yang sama, memberikan semangat serupa. Menyemangatiku agar segera mungkin lulus menyelesaikan kuliahku. Aku memintanya untuk jaga diri selama kerja nanti. Tetap tekun, sabar, dan ikhlas, serta meniatkannya hanya untuk Allah SWT. Percakapan kami hari ini ditutup dengan saling mendoakan agar segala usaha kami dimudahkan oleh-Nya, Sang Maha Pemberi kehidupan.

Kami tak pernah menyangka sebelumnya, kalau setelah lulus SMA akan terpisahkan begitu jauh, hingga ribuan mil dan selisih waktu 5 jam. Ketika di sini sore, di sana sudah malam. Begitulah kehidupan kami 3 tahun terakhir ini. Waktu memang berubah, keadaan juga mungkin telah berganti, tapi sebuah persahabatan yang telah kami tanamkan, Insya Allah akan senantiasa bersemi walaupun kami untuk sementara terpisahkan dan berjauhan. Persahabatan kami, intinya saling memahami. Aku memahaminya yang begitu moody, dia pun memahamiku yang terkadang lupa akan hal-hal penting di antara kami. Kami pun paham, persahabatan bukanlah sesuatu untuk saling mengekang ataupun dipaksakan. Ada saatnya kami saling memberikan waktu, ada saatnya kami saling menunggu untuk bertemu, dan ada saatnya pula kami hanya bisa saling melempar rindu. Beginilah persahabatan kami sejauh ini, yang akan saling menjaga walaupun berjauhan, yang akan saling mengingatkan demi kebaikan, yang akan saling menguatkan untuk menatap masa depan, dan yang akan saling mendoakan agar Allah SWT senantiasa menjaga persahabatan yang telah sejak dulu kami ikat eratkan.

Untuk Sahabatku,
persahabatan kita tak ada masalah dengan jarak ataupun selisih waktu.

#Samsun – Turki, 16 Februari 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright © Ullih Hersandi Urang-kurai