Terselip Rezeki di antara Rintik Hujan
Sudah lama aku hidup di negeri ini. Sebuah negeri bernama
Turki yang memiliki ciri khas tersendiri, karena wilayahnya terpisahkan oleh
sebuah selat pembatas antara benua eropa dengan benua asia. Biarpun demikian takdir
lebih memilihku untuk tinggal di Turki bagian asia, tepatnya di sebuah kota
yang terletak di pesisir laut hitam. Samsun, itulah nama kota yang sekarang
kutinggali bersama 19 orang pelajar Indonesia. Sebuah kota sederhana yang
menawarkan kenyamanan bagi penghuninya. Bukan hanya itu, bahkan bagi kami
sebagai kaum rantauan, Samsun adalah kota yang memiliki karakteristik paling
mendekati Indonesia jika dibandingkan dengan deretan kota-kota lainnya.
Ketika Istanbul terkenal akan Hagia Sophia dan Blue Mosquenya,
Ankara terkenal akan Anitkabirnya, Erzurum terkenal akan gunung dengan salju
abadinya, Konya terkenal akan Ruminya, Gaziantep terkenal akan baklavanya,
Sanliurfa terkenal akan situs-situs peninggalan Islamnya, sedangkan kota kami
Samsun terkenal akan hujannya. Begitulah kota kami yang mendapat predikat bagi
sebagian masyarakat Turki itu sendiri. Hujan bagaikan sahabat yang selalu hadir
menjenguk kota ini. Sama halnya dengan kota-kota Turki lain yang memiliki 4
musim sepanjang tahun, yang menjadi pembedanya di sini adalah hujan sebagai
pelengkap tiap musim yang bergulir. Musim panas, hujan akan tetap hadir dengan
nuansa teduhnya. Musim gugur, kedatangannya mengiringi dedaunan yang
meninggalkan ranting-ranting. Musim dingin, hadirnya seakan mampu menaikan suhu
kota yang membeku. Sedangkan di musim semi, tiap rintiknya adalah hehidupan
baru bagi setiap kuncup bunga yang akan mewarnai tiap sudut kota.
Bukan hal yang aneh di kota yang berada di tepian laut hitam
ini, jika kala pagi hari cuaca curah berawan, kemudian siang hari menjadi cerah
benderang, dan sore hari dengan begitu cepat semuanya berubah menjadi hujan.
Seakan semua penghuninya paham dengan kondisi kota tercinta, merekapun
menyediakan payung ketika cuaca jauh dari tebakan. Keberadaan payung itu
sendiri bagi kami adalah sebuah keharusan untuk dimiliki. Hujan, payung, dan
Samsun adalah tiga hal yang akan saling berkaitan tak terpisahkan. Ketiganya
pun kini menjadi bagian dalam kehidupan kami sebagai pelajar di negeri
rantauan. Begitulah dengan hujan yang seakan menjadi penyempurna tiap jengkal
kerinduan akan tanah air Indonesia nun jauh di sana. Tak hanya rezeki bagi
kami, rintiknya juga membuka tiap lembaran ingatan akan kampung halaman.
Meskipun aromanya tak sama dengan hujan di Indonesia, setidaknya jutaan
tetesnya mampu mendamaikan sekitar dengan sebuah lantunan lagu yang nadanya
sama.
Sudah 5 hari terakhir ini, kota kami diguyur dengan jutaan
tetes hujan. Demikianlah sesuai sebutan yang ditautkan padanya, hujan adalah
sesuatu yang istimewa. Hujan akhir-akhir ini bukan karena alasan, selain karena
sekarang adalah musim perpindahan, juga karena beberapa kota lain di Turki
sedang turun salju dengan lebatnya. Hanya sekedar pemikiran pribadi yang begitu
sederhana, menyimpulkan bahwa salju di kota-kota lain beterbangan terbawa angin
hingga kota Samsun, namun ketika tepat berada di atas langit sana saljunya
mencair karena hangatnya kota. Benar, Samsun adalah kota yang tergolong hangat
jika dilakukan sebuah perbandingan dengan kota lain. Tak hanya dengan kotanya,
begitu pula dengan sebagian besar penghuninya. Keramahan warga sekitar juga
terkadang mampu menghangatkan suasana yang sedang diguyur hujan.
Seperti hari ini, sebagian masyarakat tetap menjalankan
aktifitasnya walaupun diluar sana sedang hujan. Jumat, adalah hari yang dipilih
oleh paguyuban pedagang pasar keliling untuk menjajakan dagangannya di daerah
tempat kutinggal. Sekedar informasi saja, masyarakat Turki lebih memilih untuk
berbelanja di pasar jika dibandingkan di supermarket ataupun di mall. Itulah
sebabnya, ketika kalian berkunjung ke Turki, sepanjang mata memandang takkan
kalian temukan bangunan-bangunan tinggi bernama Mall. Pemerintah Turki sendiri
lebih mengerti kebutuhan masyarakatnya. Mungkin mereka telah menetapkan sebuah peraturan
tentang pembatasan pembangunan supermarket ataupun Mall. Selain untuk membatasi
penggunaan lahan untuk pembangunan, juga untuk melindungi produk-produk lokal
untuk tetap laku di pasaran.
Untuk supermarket sendiri hanya digunakan masyarakat Turki
dalam keadaan terdesak. Misal, ketika hari pasar masih jauh dan kebutuhan rumah
telah habis, terpaksa mereka akan berbelanja di supermarket. Tak berhenti
sampai di sini, terkadang pula masyarkat rela pergi ke daerah lain yang sedang
ada pasar keliling. Oleh sebab itu, ketika sebuah daerah sedang ada pasar
keliling, maka di dekat daerah tersebut akan ada deretan mobil-mobil para
pembeli yang terparkir dengan rapi. Pasar keliling di Turki juga bukan sebuah
tempat yang hanya didatangi oleh kaum menengah kebawah, melainkan berbagai
golongan dan profesi pekerjaan. Mereka takkan sungkan jika harus menyempatkan
diri setelah sibuk seharian bekerja, hanya untuk datang membelanjakan uangnya
di pasar. Itulah salah satu alasan kenapa di pasar keliling terkadang ada
beberapa orang dengan pakaian super-duper rapi. Bersepatu pantofel, celana
kantoran, kemeja putih yang dilengkapi dengan jas, tak ketinggalan tas kerja
yang di bawanya.
Pasar keliling juga bukanlah sebuah tempat berkumpulnya kaum
hawa berbelanja memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Melainkan sebuah pusat
keramaian dimana semua orang boleh ikut serta di dalamnya. Mulai dari
nenek-nenek ataupun kakek-kakek yang membawa cucunya berbelanja, Ibu-Ibu dengan
suaminya yang menarik kereta belanjaan, para remaja putra maupun putri yang
membantu orang tua mereka, ataupun aku sendiri yang setiap minggunya tak pernah
absen dari rutinitas ini. Jujur, sebagai pelajar inilah trik hebat untuk
bertahan di tanah rantauan. Betapa tidak, pelajar adalah sebuah profesi dengan
anggaran secukupnya. Ketika kau tak sanggup mensiasatinya, selesailah sudah.
Kesehatan keuangan tiap bulannya juga terbantu dengan adanya pasar keliling
ini. Oleh karena itu, setiap minggunya selalu ada list belanja yang sengaja
kubuat untuk mempermudah ketika berbelanja. Bukan karena tak sanggup
mengingatnya, lebih tepatnya karena takut akan membeli sesuatu diluar
kebutuhan. Jelas sekali bukan, antara kebutuhan dan keinginan.
Hujan takkan menjadi penghalangku untuk beraktifitas hari
ini. Setelah list barang yang akan dibeli telah kubuat dengan rapi, aku
melangkah keluar menuju pasar. 10 menit perjalanan dari tempat tinggal,
akhirnya langkahku mengantarkan pada ribuan orang yang tengah disibukkan dengan
transaksi jual beli di pasar. Hujan seakan menjadi lagu pengiring aktifitas
belanja hari ini. Tiap rintiknya mengalunkan nada-nada yang berbeda di setiap
tenda para pedagang. Alunannya menjadi pelengkap proses tawar menawar antara si
pembeli dengan si penjual. Selangkah demi selangkah kususuri jalanan pasar,
sama halnya dengan hujan yang masih saja turun ikut meramaikan. Sempat ada
tawar menawar dengan para penjual, namun terkadang aku lebih merelakannya untuk
menjadi laba mereka. Bukan mengapa, hanya merasa itu hak mereka, atau bisa jadi
kita hanyalah sekedar penyalur rezeki dari-Nya untuk mereka. Bukankah 9 dari 10
pintu rezeki telah Allah sediakan untuk para pedagang? Tanpa sadar setelah 45
menit satu persatu barang yang kubutuhkan telah ditangan, mulai dari sayuran,
buah, hingga ikan. Dan langkah kakiku pun kemudian berbalik arah menuju rumah.
Demikian hal sederhana yang mampu membuatku merasakan sesuatu yang luar biasa. Ketika berada di antara jutaan tetes air hujan yang merupakan rezeki dari-Nya Sang Maha Pemberi kehidupan. Selain itu, menikmati tiap langkah dengan alunan rintik hujan di antara para penjual yang menjajakan barang dagangan. Hujan adalah rezeki bagi kami di hari Jumat yang penuh berkah ini, juga rezeki bagi mereka yang tadi berikhtiar dengan berjualan di pasar. Allah SWT sungguh menyayangi hamba-hamba-Nya, terlebih bagi mereka yang bertekad bulat dalam berusaha. Hari ini Dia Yang Maha Kuasa, tak hanya mendatangkan hujan untuk mereka, melainkan juga mendatangkan kami sebagai perantara rezeki bagi mereka. Jelas, Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Sempurna dalam menetapkan setiap kehendak-Nya. Rezeki dari-Nya memang telah ditetapkan dan takkan pernah tertukar, namun tetap segalanya harus diusahakan dengan kesungguhan niat. Rezeki bukan untuk dinanti, melainkan untuk didatangi dengan ikhtiar sepenuh hati.
Demikian hal sederhana yang mampu membuatku merasakan sesuatu yang luar biasa. Ketika berada di antara jutaan tetes air hujan yang merupakan rezeki dari-Nya Sang Maha Pemberi kehidupan. Selain itu, menikmati tiap langkah dengan alunan rintik hujan di antara para penjual yang menjajakan barang dagangan. Hujan adalah rezeki bagi kami di hari Jumat yang penuh berkah ini, juga rezeki bagi mereka yang tadi berikhtiar dengan berjualan di pasar. Allah SWT sungguh menyayangi hamba-hamba-Nya, terlebih bagi mereka yang bertekad bulat dalam berusaha. Hari ini Dia Yang Maha Kuasa, tak hanya mendatangkan hujan untuk mereka, melainkan juga mendatangkan kami sebagai perantara rezeki bagi mereka. Jelas, Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Sempurna dalam menetapkan setiap kehendak-Nya. Rezeki dari-Nya memang telah ditetapkan dan takkan pernah tertukar, namun tetap segalanya harus diusahakan dengan kesungguhan niat. Rezeki bukan untuk dinanti, melainkan untuk didatangi dengan ikhtiar sepenuh hati.
Samsun – Turki, 13 Februari 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar